Oleh: Satyananda Wicaksana, Ketua Umum PW IPM Kalbar
HARI Anak Nasional merupakan salah satu hari besar di Indonesia yang diperingati setiap tanggal 23 Juli, tanggal Peringatan Hari Anak Nasional tersebut didasari pada Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984, yaitu tanggal pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979.
Hari Anak Nasional merupakan momentum penyadaran bahwa anak merupakan salah satu aset penting bangsa yang harus dirawat dan dijaga dengan baik. Negara harus mampu menjamin anak-anak bangsa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik agar dapat jadi penerus bangsa yang mampu berdaya saing.
Negara Indonesia sendiri telah menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, dan berkembang, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, lewat Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).
Pada tahun 2045 mendatang, Indonesia memasuki usia 100 tahun alias satu abad. Tahun 2045 dianggap sebagai tahun keemasan bagi negara Indonesia sebab Indonesia ditargetkan menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia. Menjamin tumbuh kembang anak-anak bangsa juga dapat menjadi salah satu kunci penting dalam mencapai Indonesia Emas 2045.
Dalam perjalanan untuk mencapai Indonesia Emas 2045 nyatanya bukanlah jalan yang mudah, Indonesia menghadapi tantangan yang cukup rumit sebab masih banyak permasalahan anak-anak bangsa yang justru menimbulkan rasa cemas dan pesimis. Para calon penerus bangsa tersebut masih dibelenggu oleh banyak persoalan yang berpotensi menghambat tercapainya Indonesia Emas 2045.
Berdasarkan data dari UNICEF tahun 2022, Indonesia berada di peringkat ke-8 dunia dan ke-2 di ASEAN, dengan total hampir 1,5 juta kasus pernikahan usia anak. Angka kasus pernikahan usia anak tersebut sangat mengkhawatirkan sebab persoalan ini dapat mengakar kepada permasalahan-permasalahan lain.
Studi WHO di Indonesia menyebutkan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah maraknya pernikahan usia anak. stunting pada anak dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Hal ini dapat menghambat tercapainya Indonesia Emas 2045 sebab stunting dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia yang harusnya dapat menopang Indonesia di 2045.
Di Indonesia sendiri usia minimal menikah adalah berumur 19 tahun, ini didasari pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun persoalan ini menjadi dilematis sebab peluang untuk melakukan pernikahan usia anak masih terbuka dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung RI No. 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
Peraturan Mahkamah Agung RI No. 5 tahun 2019 ini juga terdapat kejanggalan khususnya pada pasal 15 huruf d, yang berbunyi bahwa hakim dapat meminta rekomendasi salah satunya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia/Daerah (KPAI/KPAD). Tentu saja ini menjadi hal yang janggal sebab aneh rasanya jika KPAI/KPAD memberikan rekomendasi agar anak dibawah umur dapat melangsungkan pernikahan, maka dari itu Peraturan Mahkamah Agung RI No. 5 tahun 2019 ini patut ditinjau kembali.
Persoalan lain yang tidak kalah miris adalah maraknya anak dibawah umur yang kecanduan judi online, bahkan berdasarkan penyampaian dari salah satu komisioner KPAI ada sekitar 80.000 anak di Indonesia yang terpapar oleh judi online. Sangat disayangkan bahwa anak-anak bangsa kita masih terjebak pada situasi yang mengkhawatirkan.
Kecanduan judi online juga dapat berpengaruh pada produktivitas, sebab individu yang kecanduan judi online akan banyak membuang-buang waktu hingga kemudian mengalami penurunan konsentrasi dan motivasi. Lagi-lagi upaya untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dapat terhambat dengan tingginya angka pemain judi online.
Judi online harus disikapi secara serius oleh semua kalangan tidak terkecuali pemerintah sebagai pembuat regulasi, sebab perlu adanya regulasi yang tegas dan ketat untuk dapat menutup akses dari judi online itu sendiri. Jika persoalan ini dibiarkan begitu saja maka dapat berpotensi mengakibatkan masalah lanjutan di masyarakat seperti Kerugian finansial berupa utang dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kejahatan seksual di kalangan anak juga masih merajalela, Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Bahkan dalam beberapa temuan kasus terdapat oknum aparat penegak hukum yang terlibat menjadi pelaku.
Secara psiokologis anak korban kejahatan seksual berpotensi kehilangan kepercayaan terhadap orang dewasa atau orang-orang di sekitarnya. Kepercayaan diri yang harusnya menjadi modal dalam menggapai mimpi-mimpinya justru dirusak begitu saja. Indonesia sebagai negara hukum saat ini nyatanya belum benar-benar memberikan ruang aman khususnya dalam konteks kejahatan seksual terhadap anak.
Munculnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memang telah menjadi angin segar, namun pengimplementasian dari undang-undang ini masih harus terus dikawal. Tidak hanya masyarakat secara luas, aparat penegak hukum juga harus memahami secara baik undang-undang tersebut agar penyelesaian kasus dapat dijalankan berdasarkan perspektif korban atau perspektif anak.
Pernikahan usia anak, judi online, dan kejahatan seksual hanyalah sebagian kecil dari permasalahan anak di Indonesia. Anak Indonesia yang harusnya menjadi harapan dan penerus bangsa nyatanya masih menghadapi banyak tantangan yang tidak mudah, Jika permasalahan anak tidak diselesaikan secara serius maka Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi bayang-bayang saja.
Anak adalah penerus masa depan bangsa yang akan menentukan arah negara kedepan. Oleh karena itu, penting untuk memberikan mereka pendidikan yang baik, serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka secara optimal. Investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan anak-anak akan berdampak positif bagi kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa di masa depan.
Anak-anak yang tumbuh dengan pendidikan dan gizi yang baik akan menjadi SDM yang berkualitas. Mereka akan memiliki kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi secara efektif dalam berbagai sektor. Maka dari itu anak merupakan salah satu kunci penting untuk mencapai Indonesia Emas 2045, sehingga upaya memastikan agar anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik adalah sebuah keharusan.