MYKALBAR.COM, LANDAK – Pembangunan Masjid Al Mujahadah di Desa Tebedak tak lepas dari peran Kosim. Usia lelaki paruh baya ini 52 tahun. Ia didaulat menjadi ketua fardu kifayah di Desa Tebedak, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak.
“Sudah tiga tahun ini mengurus fardu kifayah,” kata Kosim saat peresmian Masjid Al Mujahadah di Desa Tebedak, Ahad (27/1/2019).
Kosim merupakan orang pertama yang membawa Islam di Desa Tebedak pada tahun 1980. Ia menikahi seorang perempuan Dayak di Desa Tebedak. Kisah pernikahan ini menjadi titik awal berkembangnya Islam di Tebedak.
Islam lalu merembet ke tetangga Kosim. Secara sukarela tetangga Kosim tertarik dan memeluk agama Islam. “Islam itu enak, nikah tidak dipersulit, dan bebas biaya,” cerita Kosim mengenang ucapan tetangganya.
Tidak mudah memang mendirikan masjid di Tebedak. Menurut Kosim pembangunan awal masjid dibantu oleh bapak-bapak TNI dan Polri. Pembangunan yang didukung aparat ini memuluskan pengerjaan masjid di Tebedak. Kata Kosim pembangunan masjid merupakan syiar Islam bagi para mualaf yang ada di Desa Tebedak.
Kosim telah dikarunia 3 orang anak dan 3 orang cucu. Menurut Kosim istrinya itu orang Dayak Bemak yang menggunakan bahasa Pantu sebagai bahasa ibu. Menariknya, setelah menikah dengan Kosim yang beretnis Jawa, perempuan Dayak ini pun bisa berbahasa Jawa karena pernah tinggal di Surabaya selama 4 tahun.
Kosim memboyong istrinya ke Jawa di awal pernikahan. Tidak mengherankan di rumah (ranah domestik) Kosim berbahasa Jawa dengan anak dan istrinya. Begitu juga sebaliknya, istri dan anak pun berbahasa Jawa di rumah.
Walaupun demikian, Pak Kosim bisa bahasa Dayak Bemak (Pantu). Bahkan, anak-anak belajar bahasa Bemak dari lingkungan masyarakat tempat tinggal mereka di Desa Tebedak. “Dakwah di sini harus pelan-pelan supaya dapat diterima,” ujar Kosim.
“Tadinya 52 KK mualaf, sekarang total sudah 54 KK yang beragama Islam. Ada tambahan 2 KK dua bulan lalu masuk Islam,” jelas Kosim.
Suka duka berinteraksi dengan tetangga yang beda akidah ini dialami Kosim. Sewaktu kecil anak-anaknya sudah terbiasa bergaul dengan tetangga sesama non-Muslim. Anaknya pernah dikasih makan babi oleh masyarakat sekitar.
Namun ia tidak marah. Ia pun menyadari tetangganya berniat baik memberi makan kepada anaknya. Ia paham harus menanamkan fikih Islam yang benar kepada anak-anaknya. Menurut Kosim hidup bertetangga dengan mayoritas non-Muslim ini harus saling menghargai.
“Namanya juga anak-anak bermain ke tetangga tidak bisa kita larang-larang,” kata Pak Kosim.
“Enak Yah daging babi,” kata anaknya.
“Ya, tidak apa-apa nanti kalau sudah besar pasti kamu mengerti bahwa itu tidak boleh,” cerita Kosim ketika menasihati anak-anaknya.
“Alhamdulillah sudah besar, hukum Islam yang haram dan dilarang mereka pun sudah paham,” jelas Kosim.
Penulis: Dedy Ari Asfar