Penulis: Satyananda Wicaksana (Kabid Advokasi & Kebijakan Publik PW IPM Kalbar)
MUHAMMADIYAH sebagai salah satu organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia telah memberikan kontribusi yang nyata pada bidang pendidikan. Keseriusan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan dapat dilihat berdasarkan konsistensi dalam mendirikan sekolah hingga perguruan tinggi. Amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan tersebut tidak hanya memberi manfaat kepada masyarakat muslim tapi juga masyarakat non-muslim.
Pada buku Kristen Muhammadiyah yang ditulis oleh Prof. Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ul Haq, menjelaskan bahwa amal usaha pendidikan Muhammadiyah di kawasan Serui Papua, Ende Nusa Tenggara Timur, dan Putussibau Kalimantan Barat telah melakukan penyesuaian terhadap pluralitas agama. Kehadiran Muhammadiyah di kawasan minoritas muslim tersebut menjadi bukti bahwa Muhammadiyah mampu menebar manfaat tidak hanya untuk satu golongan atau umat tertentu.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Barat juga turut merespon secara serius isu pluralitas agama dengan membentuk Lembaga Hubungan Umat Beragama dan Peradaban (LHUBP). Lembaga tersebut diketahui hanya ada di Kalimantan Barat dan satu-satunya di Indonesia. LHUBP punya tugas dalam membangun interaksi yang harmonis antar umat beragama.
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai organisasi otonom Muhammadiyah pada tataran pelajar perlu berperan aktif dalam menyikapi isu pluralitas agama, ditambah beberapa amal usaha pendidikan Muhammadiyah telah berdiri di kawasan minoritas muslim. Spirit dakwah Muhammadiyah yang inklusif dan melintas batas tersebut harus turut mengalir dalam setiap perjuangan dan gerakan IPM.
IPM memiliki maksud dan tujuan dalam membentuk pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Meskipun demikian, IPM harus terus meluaskan kebermanfaatannya sampai dapat dirasakan oleh semua kalangan pelajar tidak terkecuali pelajar non-muslim.
Pada Pelatihan Da’i Pelajar Muhammadiyah (PDPM) Nasional 2023 di Lampung beberapa waktu lalu, IPM juga turut mendorong terciptanya kader yang inklusif. Pada kegiatan yang bertema Meretas Batas Keberagamaan tersebut, peserta diajak untuk mengunjungi beberapa tempat ibadah agama lain. Kegiatan seperti ini telah mendorong kader IPM untuk membangun hubungan yang harmonis antar umat beragama serta toleran terhadap keberagaman.
Kiprah IPM dalam mengawal isu pluralitas agama harapannya jangan hanya berhenti sampai pada tataran program kerja saja, tapi juga upaya dalam mengakomodir pelajar-pelajar non-muslim untuk dapat berorganisasi di IPM. Pimpinan Ranting IPM SMA Muhammadiyah Putussibau bahkan telah lama memberikan kesempatan kepada siswa/i yang non-muslim untuk dapat menjadi pengurus di IPM.
Keadaan SMA Muhammadiyah Putussibau yang didominasi oleh siswa/i non-muslim tersebut telah mendorong PR IPM di sana untuk lebih adaptif. Bukan tidak mungkin ke depannya akan ada banyak PR IPM yang bernasib sama seperti di SMA Muhammadiyah Putussibau. IPM dirasa perlu membicarakan ini secara serius agar kedepannya lebih maksimal dalam mengakomodir kepentingan pelajar secara luas khususnya dalam hal pluralitas agama.
Setelah melihat bagaimana kepengurusan PR IPM SMA Muhammadiyah Putussibau yang sebagian diisi oleh siswa/i non-muslim, IPM dirasa perlu membuat persyaratan khusus untuk pelajar non-muslim yang berminat menjadi bagian dari kepengurusan IPM. Persyaratan khusus tersebut dapat menjadi upaya yang nyata bahwa IPM telah serius mewadahi pelajar secara luas tidak terkecuali pelajar dari kalangan non-muslim.
IPM juga dirasa perlu meluaskan perannya dalam membangun hubungan harmonis antar umat beragama secara berkelanjutan. Bidang yang paling strategis dalam menjalankan tugas ini tentu saja bidang Kajian Dakwah Islam (KDI), jika memang memungkinkan IPM dapat mengubah nama bidang Kajian Dakwah Islam menjadi Kajian Dakwah Islam dan Hubungan Umat Beragama. Perubahan nama bidang tersebut dapat mendorong IPM untuk lebih serius dalam menyikapi isu pluralitas agama.
Bidang Kajian Dakwah Islam dan Hubungan Umat beragama tersebut dapat diberlakukan oleh IPM se-Indonesia lewat keputusan bersama seperti Muktamar, jika memang tidak memungkinkan paling tidak dapat diterapkan oleh IPM yang berada di kawasan minoritas muslim. Upaya tersebut hampir sama seperti yang dilakukan oleh PWM Kalimantan Barat dalam membentuk LHUBP, mengingat beberapa daerah di Kalimantan Barat merupakan daerah minoritas muslim.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) terdapat dorongan agar warga Muhammadiyah senantiasa menjalin persaudaraan secara harmonis dan tidak diskriminatif. Hal tersebut dapat diterapkan kepada semua golongan masyarakat baik yang muslim maupun non-muslim. Anjuran bersikap toleran tersebut juga tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip ajaran agama Islam.
Muhammadiyah menginginkan tatanan masyarakat yang rukun dalam banyaknya perbedaan serta memiliki sikap saling menghormati. Muhammadiyah berusaha menciptakan masyarakat yang pluralistik dengan mengembangkan sikap pluralis. IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah tentu saja harus turut merawat semangat dakwah Muhammadiyah yang inklusif.
Cara terbaik meneropong masa depan adalah dengan merancangnya mulai dari hari ini, oleh karena itu IPM perlu mempersiapkan masa depannya secara strategis dalam menyikapi keberagaman di Indonesia. IPM harus terus terbuka terhadap keberagaman yang ada, bahkan mengakomodir kepentingan seluruh kalangan pelajar tidak terkecuali pelajar non-muslim. IPM harus turut mendukung semangat pendidikan Muhammadiyah dalam membangun pluralisme.