MYKALBAR.COM – Rihlah Dakwah merupakan kegiatan yang cukup populer di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah, terlebih ketika memasuki bulan Ramadan.
Rihlah Dakwah yang digagas pada tahun 1996 terus bergulir, hingga kini menjadi gerakan masif yang dilaksanakan pengurus Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Tidak terkecuali bagi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Kalimantan Barat yang pada Ramadan tahun 1446 H ini punya agenda Rihlah Dakwah ke sejumlah daerah di Kalimantan Barat.
Lantas, dari manakah muncul gagasan “Rihlah Dakwah” di lingkungan Muhammadiyah?
K.H. Suprapto Ibnu Juraimi adalah tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari populernya istilah Rihlah Dakwah di Muhammadiyah hingga saat ini.
Pria kelahiran Yogyakarta 3 Juli 1943 itu adalah alumnus Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, yang juga pernah menjadi guru dan direktur di almamaternya tersebut.
Di luar aktivitasnya sebagai guru dan pendakwah, Pak Prapto dikenal sebagai sosok yang tidak banyak bicara. Dia hanya bicara seperlunya.
Selain karena ilmu agamanya yang mumpuni, sikap ini pula yang membuatnya begitu disegani, terutama oleh orang-orang yang pernah menimba ilmu darinya.
Meski disematkan gelar “Kiai” di depan namanya, namun oleh santri-santrinya, sosok bersahaja tersebut cukup akrab dengan panggilan nama Pak Prapto, Ustaz Prapto, atau Ustaz Ibnu Juraim.
Suprapto Ibnu Juraimi merupakan satu di antara ulama Muhammadiyah yang aktif berdakwah di pelosok negeri. Berceramah dari kampung ke kampung, menjadi aktivitas rutin yang dijalaninya.
Namanya pun masuk dalam buku yang berjudul “100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi” terbitan Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2014.
Selain menjadi Direktur Muallimin, Pak Prapto juga pernah menjadi Direktur Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), serta pengurus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah.
Rihlah Dakwah adalah program Majelis Tabligh yang dirintis oleh Pak Prapto. Dalam buku tersebut dikisahkan bagaimana Pak Prapto menunjukkan keteguhan hati alias semangat pantang menyerah dalam berdakwah.
Rihlah Dakwah yang dirintisnya berupa kegiatan dakwah dengan mengunjungi daerah-daerah di Indonesia. Menurut Pak Prapto, Rihlah Dakwah diilhami kisah perjalanan Nabi ke Thaif.
Kedatangan Nabi ke Thaif ini bukan karena diundang atau ditunggu, maupun karena diharap kedatangannya oleh penduduk Thaif. Tetapi dilakukan semata karena amanah dakwah yang dipikul oleh Rasulullah.
Sebagaimana hijrah dakwah Nabi Muhammad ke Thaif, perjalanan seorang muballigh Muhammadiyah dalam Rihlah Dakwah juga bukan karena diharapkan atau dinanti-nanti kedatangannya.
Pak Prapto beralasan, kalau harus menunggu undangan dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) atau Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), belum tentu undangan itu akan ada. Sebagai program terobosan, Rihlah Dakwah sifatnya memang menjemput bola, bahkan bisa dikatakan menyerbu bola.
Rihlah Dakwah mulai digagas sejak Rakernas Majelis Tabligh tahun 1996. Kegiatannya berlangsung sejak sore hari setelah Salat Asar berjamaah, sampai pukul 06.00 keesokan harinya. Seluruh peserta wajib menginap di lokasi acara, biasanya di dalam atau sekitar masjid.
Dalam acara itu disampaikan materi Risalah Islamiyah, Tadabbur Al-Qur’an, Pembajaan Diri, Pelajaran KHA Dahlan, dan diskusi berbagai materi, khususnya yang berkaitan dengan ketarjihan. Tentu saja tidak terlupa adalah qiyamu lail yang dipimpin langsung oleh Pak Prapto.
Dalam Rihlah Dakwah yang dilakoninya, Pak Prapto biasanya berangkat bersama seorang muballigh lain dari Majelis Tabligh. Sekali berangkat, perjalanan berlangsung rata-rata 8 hari dan paling lama 23 hari.
Saat masih menjadi guru Muallimin, biasanya Pak Prapto berangkat rihlah ketika Muallimin sedang libur. Sampai akhir hayatnya, 225 PDM di Indonesia pernah disambangi Pak Prapto mulai dari pulau Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Bali dan NTB.
Masih bersumber dari buku “100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi”, kisah mengharukan diungkap Ustaz Dr. Mahli Zainuddin Tago, yang pernah mendampingi Pak Prapto dalam Rihlah Dakwah beberapa tahun silam.
Ketika memasuki hari ke-21 dari dalam dalam Rihlah Dakwah di pulau Sumatera, setelah berkeliling hampir ke semua daerah kabupaten/kota di tiga provinsi: Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung, mereka berdua berpisah di Kota Metro, Provinsi Lampung.
Dalam kondisi fisik yang sudah lelah, Ustaz Mahli kembali menuju Yogyakarta. Sedangkan Pak Prapto yang tentu kondisinya lebih lelah, justru melanjutkan rihlah untuk beberapa hari lagi di Lampung.
Sendirian dia menenteng tas bawaan dan termos es berisi jarum suntik dan insulin untuk menyuntik diri sendiri, karena sakit gula kronis.
Suatu hari, Ustaz Mahli bertemu dengan Agus Syamsul Bahri, menantu Pak Prapto. Lalu, Ustaz Mahli menceritakan tentang Pak Prapto yang seperti tidak mengenal lelah ketika berdakwah, meski dalam kondisi fisik yang bisa saja tiba-tiba ambruk.
Kekhawatiran Ustaz Mahli dijawab ringan oleh sang menantu yang juga pernah menemani dalam Rihlah Dakwah: “Tidak usah khawatir Pak Mahli, cita-cita Bapak memang ingin syahid dalam perjalanan dakwah itu….”
Dengan semangatnya, tidak mengherankan jika hingga menjelang wafatnya, Pak Prapto tetap menggeluti aktivitas dakwah. Misalnya ketika Rakernas Majelis Tabligh tahun 2009 di Semarang, dua bulan sebelum wafatnya, Pak Prapto tetap hadir meski matanya sudah tidak mampu melihat.
Pak Prapto wafat pada tanggal 21 April 2009, bakda zuhur. Hari itu ribuan jamaah memenuhi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta untuk melepas kepergian seorang mujahid dan muharrik yang teguh hati dalam berdakwah.
Wajah-wajah duka jelas terlihat pada siang itu. Mereka yang merasa pernah menjadi muridnya, datang dari jauh untuk bertakziyah. Di antaranya alumni Madrasah Mu’allimin, alumni Ponpes Budi Mulia, mantan-mantan mahasiswa yang dulu mengaji kepadanya, segenap kerabat, rekan seperjuangan, dan para pimpinan dan aktivis Muhammadiyah.
Mereka datang untuk mengikuti prosesi pemakaman, sekaligus memberi penghormatan terakhir kepada guru yang mereka cintai.
Wajah-wajah itu menjadi saksi atas keteguhan hati Suprapto Ibnu Juraimi: Seorang guru, muballigh sekaligus muharrik, seorang mujahid dakwah sejati.