xvideo hot housewife fucking younger guy. xxnx endless blowjb at work. sluty girl
Satyananda Wicaksana
Spread the love

Satyananda Wicaksana
Kabid Advokasi & Kebijakan Publik PW IPM Kalbar

Pada 2024 kita akan di hadapkan pada pemilu serentak, antusiasme di kalangan para politisi berlomba-lomba dalam mencari suara pemilih terutama pemilih pemula dengan berbagai cara, namun dilain sisi pemilih pemula kita belum sepenuhnya memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi dinamika politik menyambut 2024 nanti.

Padahal pada pemilu serentak 2024 diprediksi jumlah pemilih pemula akan mengalami peningkatan. Jika kita melihat pada pemilu serentak 2019, data dari KPU jumlah pemilih usia muda mencapai 70 juta – 80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Artinya generasi muda kita punya peranan besar dalam menentukan arah bangsa lewat pemilu nanti.

Peranan besar yang dipegang oleh generasi muda yang akan menjadi pemilih pemula nanti juga sebanding dengan tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi. Generasi muda hari ini yang disebut juga sebagai generasi digital native atau generasi yang tumbuh di era informasi, tentu punya tantangan tersendiri.

Sebagaimana tergambar dalam hasil survei Alvara Research Center pada Juni 2022, 97,7% dari generasi Z di Indonesia telah mengakses internet. Artinya sebagian besar generasi muda kita sudah dihadapkan pada kemudahan akses informasi, arus informasi yang begitu deras tersebut mengharuskan generasi muda kita memiliki kemampuan untuk menyaring informasi yang mereka terima.

Kita perlu belajar dari tahun 2019 lalu di mana cukup banyak terjadinya penyesatan nalar sehat publik melalui penyebaran hoaks, disinformasi, manipulasi data dan fakta. Salah satunya terkait kasus hoaks tentang adanya tujuh kontainer berisi sekitar 70 juta kartu suara yang telah dicoblos untuk pasangan capres-cawapres 01.

Hoaks tersebut tentu saja menimbulkan kehebohan publik, membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kepolisian saat itu harus sesegera mungkin menjernihkan masalah tersebut. Menurut Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, hampir bisa dipastikan bahwa fenomena ini akan berlanjut bahkan intensitasnya bisa jadi meningkat pada momen-momen kritis.

Contoh kecil masalah di atas mempertegas keharusan pencerdasan politik untuk pemilih pemula kita, kurang mampunya generasi muda kita dalam menyaring banyaknya informasi yang mereka terima malah akan membuat mereka menjadi pemilih yang disebut para pengamat dan cendekiawan sebagai pemilih kurang informasi (low information voters).

Pemilih kurang informasi (low information voters) ini dikhawatirkan dapat menjadi sasaran empuk bagi sekelompok orang yang suka menggunakan cara tak bernalar (unreason politics) dan menyesatkan untuk mencapai tujuan dan kepentingan politik tertentu. Sehingga kita harus mengawal secara serius pemilih pemula kita agar tidak menjadi sasaran empuk kelompok-kelompok tersebut.

Menurut Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, ada 3 hal yang dapat mendorong penyebaran unreason politics, salah satunya adalah peningkatan teknologi informasi yang membuat kita dihadapkan pada kemudahan akses informasi, kemudahan tersebut jugalah yang membuat penyebaran konten-konten hoaks lebih cepat dan masif.

Pencerdasan politik untuk pemilih pemula harusnya bisa menjadi solusi yang baik untuk meminimalisir masalah-masalah diatas, sebab lewat pencerdasan politik maka harapannya akan ada kesadaran yang terbangun untuk dapat berpartisipasi secara positif. Arah bangsa Indonesia ada di tangan para generasi muda yang nanti akan menjadi pemilih pemula.

Pencerdasan politik jadi bekal yang cukup ampuh untuk menghadapi penyebaran hoaks, disinformasi, manipulasi data dan fakta, dalam konteks politik. Generasi muda kita harus menjadi garda terdepan dalam menjaga kondusifitas menyambut tahun-tahun politik, jangan sampai generasi muda kita justru terbawa dalam arus kegaduhan.

Jika bicara soal pencerdasan politik untuk pemilih pemula pada tataran organisasi ortonom Muhammadiyah mungkin ini akan menjadi tanggung jawab Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mengingat IPM sendiri memiliki banyak basis massa yang akan menjadi pemilih pemula khususnya di tahun 2024 nanti.

IPM dituntut untuk bisa memberikan edukasi politik dalam kemasan yang dapat diterima bagi kalangan generasi muda, IPM bisa mengadakan agenda-agenda diskusi, membuat konten-konten kreatif di media sosial untuk edukasi politik, bahkan dapat membuat pelatihan yang bisa mengasah keilmuan politik para generasi muda yang akan menjadi pemilih pemula.

Lewat agenda-agenda tersebut kita berharap pencerdasan politik dapat tercapai, sehingga generasi muda kita sadar akan peran mereka dalam menghadapi dinamika politik. Pemilih pemula kita juga harus dapat menyadari bahwa mereka punya hak penuh atas suara mereka, mereka harus memilih sesuai kemauan dan atas keresahan mereka, bukan karena orang lain.

Jika kita menginginkan bangsa kita maju ke arah yang lebih baik maka artinya kita juga harus siap mengawal pemilih pemula kita untuk mendapatkan pencerdasan yang matang, sebagai pemula mereka butuh banyak pembelajaran. Pemilih pemula kita harus benar-benar siap untuk menghadapi dinamika politik yang begitu rumit dan sulit. (*)

kimberly cybersex model.porndigger
http://xxvideos.one amateur jerking huge cock.
tamil sex