xvideo hot housewife fucking younger guy. xxnx endless blowjb at work. sluty girl
Spread the love

Oleh: Syamsul Kurniawan *)

DIKISAHKAN ketika Muhammad SAW berkhalwat di Gua Hira untuk beribadah selama beberapa malam, sebelum Muhammad SAW kembali kepada keluarganya, datanglah malaikat kepadanya dengan membawa wahyu.
“Bacalah!”, seru malaikat tersebut.

Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak bisa membaca”.
Lalu malaikat itu memeluk Muhammad SAW keras-keras sehingga nafasnya terasa sesak, kemudian dia melepaskan Muhammad SAW, lalu dia katakan lagi, “Bacalah!”.
Muhammad SAW kembali menjawab “Aku tidak bisa membaca”.

Malaikat tersebut kembali memeluk Muhammad SAW (kedua kalinya) dengan keras sehingga nafas Muhammad SAW terasa sesak, lalu dia melepaskannya. Kemudian malaikat tersebut membacakan, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah!, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.Al-‘Alaq (96): 1-5).

Ayat ini menjadi ayat pertama yang diterima oleh Muhammad SAW sekaligus menandai kedudukannya sebagai Nabi dan Rasul. Seperti dikisahkan ayat ini diturunkan pada malam kemuliaan (Lailatul Qadr) yang oleh sebagian ahli tafsir disepakati turun pada tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M. Ibn Abbas sebagaimana dikutip Subhi as-Shalih (1985) mengatakan bahwa peristiwa turunnya al-Quran terjadi pada saat Rasulullah SAW berusia 40 tahun. Malam turunnya al-Quran, oleh umat Islam dikenal dengan Nuzulul Quran.

Tentang Nuzulul Quran ini Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS Al-Qadr [97]: 1-5).

Al-Quran turun tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M. Dengan demikian, sangat tua usia al-Quran pada hari ini. Sebagai petunjuk dan pedoman hidup sekaligus sendi utama agama Islam, adakah yang berubah dari al-Quran sejak diturunkannya sampai dalam bentuk kitab yang kita jumpai hari ini? Adakah al-Quran selalu otentik?.

Dari tinjauan kritik historis dan literatur, dibandingkan umat lain agaknya umat Islam yang paling beruntung, karena transmisi al-Quran sejak dari lisan Rasulullah SAW mempunyai mata rantai yang sangat akurat. Menurut Hassan Hanafi (2001), keistmewaan ini tidak dimiliki oleh sejarah kitab suci agama lain yang telah dirubah dan digantikan dengan teks-teks non wahyu sehingga diragukan otentisitasnya. Penilaian atas akurasi pembacaan dan penghapalan serta kuatnya mata rantai transmisi al-Quran tidak hanya berdasarkan keyakinan umat Islam tetapi juga menurut kritikus sejarah kitab suci seperti WC. Smith (1993) dan William A Graham (1987).

Dari sudut pandang teologis, otentisitas al-Quran diyakini umat Islam atas kehendak Allah SWT seperti dijelaskan dalam QS al-Hijr: 9, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami pulalah yang memeliharanya”. Kata “Kami” pada ayat ini menurut sebagian ahli tafsir mengisyaratkan adanya keterlibatan atau campur tangan manusia di dalam prosesnya.

Adanya keterlibatan atau campur tangan manusia ini bukan berani membuat al-Quran kehilangan otentisitasnya. Sebaliknya, terkandung isyarat bahwa al-Quran memberikan akomodasi bagi telaah historis dan sosiologis mengenai proses transmisi al-Quran dari generasi ke generasi untuk menjaga otentisitasnya.

Dari sisi motif pewahyuan memang mulanya al-Quran diwahyukan Allah SWT untuk menyapa manusia dan mengajaknya ke jalan keselamatan. Tetapi dalam perjalanannya ketika wahyu al-Quran telah menjelma menjadi teks, maka kitab suci itu berubah sebagai objek, sementara manusia berperan sebagai subjek. Di sini muncul objektifikasi manusia terhadap kitab suci. Jadi, konsep kitab suci bersifat relasional, keberadaan dan kesuciannya berkaitan erat dengan sikap manusia yang meresponnya.

Di antaranya berupa kewajiban doktrinal bagi umat Islam untuk membaca ayat-ayat al-Quran sewaktu shalat. Terlebih di bulan Ramadhan banyak imam shalat yang sengaja menamatkan bacaan al-Quran itu sampai 30 juz khususnya dalam shalat tarawih. Dengan adanya kewajiban doktrinal ini secara signifikan ikut memelihara otentisitas dan kesinambungan narasi-narasi al-Quran dari generasi ke generasi tanpa terputus. Doktrin ini juga memiliki pengaruh yang amat kuat bagi kalangan orang tua untuk mengajarkan anak-anaknya agar bisa membaca al-Quran sejak dini serta menghapalkan surat-surat pendek untuk dibaca sewaktu shalat dan doa.

Selain itu tradisi lomba keindahan membaca al-Quran atau MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) yang diselenggarakan sejak dari tingkat kelurahan sampai tingkat nasional dan internasional secara tidak langsung ikut berperan dalam memelihara otentisitas al-Quran.

Sebagai standar rujukan doktrin Islam, al-Quran selalu otentik karena paling tidak terdapat tiga faktor penyangga yang amat kokoh terhadap keberadaan (eksistensi) al-Quran. Di antaranya: pertama, al-Quran dipelihara melalui tradisi lisan secara turun temurun; kedua, al-Quran didokumentasikan dalam bentuk tulisan yang terjaga rapi sehingga terhindar dari manipulasi historis; dan ketiga, diperkuat lagi oleh tradisi dan ritual keagamaan yang selalu memasukkan ayat-ayat al-Quran sebagai bacaan dan doa-doa.

Barangkali inilah maksud sekaligus bukti kalau al-Quran itu merupakan kitab suci yang keotentikannya dijamin oleh Allah SWT dan ia adalah kitab suci yang juga melibatkan campur tangan manusia dalam pemeliharaannya seperti maksud dalam QS al-Hijr: 9. Akhirnya hanya Allah SWT yang paling tahu secara persis apa yang dimaksud oleh firman-firman-Nya. (*)

*) Sekretaris Lembaga Hubungan Umat Beragama dan Peradaban PW Muhammadiyah Kalimantan Barat

kimberly cybersex model.porndigger
http://xxvideos.one amateur jerking huge cock.
tamil sex