MYKALBAR.COM–Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si. anggota Komisi X DPRRI bersilaturahmi dengan keluarga besar Muhammadiyah Kalimantan Barat di Aula Universitas Muhammadiyah Pontianak (8 Oktober 2021, Pukul 19.30—23.00). Menurut Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si. Muhammadiyah harus memiliki amal usaha bidang politik.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini menegaskan bahwa ia terjun ke dunia politik sebagai amal usaha warga Muhammadiyah dalam dunia politik.
Kata Zainuddin Maliki, dalam kebijakan organisasi, Muhammadiyah tidak bisa berpolitik karena ada peraturan dari PP Muhammadiyah untuk tidak berpolitik. Dampaknya, banyak kader yang “buka lapak” sendiri-sendiri dalam mencapai politik kekuasaan.
“Suara kita itu tidak banyak jangan disebar-sebar,” ujar Zainuddin Maliki.
“Orang Muhammadiyah menjauhi politik praktis, semboyannya tidak ke mana-mana, ada di mana-mana, tetapi tidak dapat apa-apa. Hanya menunggu dikasih. Ibarat perumpamaan takut mengambil bunga hanya menunggu dikasih bunga,” ujar mantan Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pimpinan PP Muhammadiyah sekarang mengambil diskresi dengan menginstruksikan kader berpotensi untuk maju berpolitik. Memanfaatkan modal sosial melalui jaringan persyarikatan. Ia pun memanfaatkan diskresi tersebut dengan meminta dukungan instruksi dari PWM Jawa Timur.
“Harus diakui Muhammadiyah itu mualaf dalam bidang politik. Muhammadiyah miskin dalam instrumen politik. Suara Muhammadiyah tersebar ke mana-mana untuk urusan politik kekuasaan,” ujar Zainuddin Maliki.
Selanjutnya Zainuddin Maliki berargumen bahwa dalam konteks politik kebangsaan Muhammadiyah sudah sangat hebat. Muhammadiyah memiliki orang hebat luar biasa dalam politik kebangsaan hari ini sebagai guru bangsa, seperti Ahmad Syafi’i Maarif, Din Syamsuddin, dan Busyro Muqoddas. Padahal, dalam konsepnya K.H. Ahmad Dahlan iman harus diikuti ilmu dan amal. Politik kebangsaan berada di wilayah iman dan ilmu, tetapi kurang dengan amal dalam politik kekuasaan.
“Politik kekuasaan itu memerlukan gerakan masyarakat sipil untuk melawan dukungan parlemen yang minoritas dalam menyatukan suara umat Islam. Muhammadiyah masih lemah dalam politik kekuasaan sehingga kurang dapat mengawal gagasan politik kebangsaan dalam dunia politik,” ungkap Zainuddin Maliki.
“Gagasan kebangsaan Muhammadiyah itu hebat-hebat, tetapi yang mengawal untuk sampai ke politik kekuasaan itu Muhammadiyah kurang, Muhammadiyah tidak punya dukungan di parlemen,” jelas Zainuddin Maliki.
Menurutnya, ada keresahan warga Muhanmadiyah Jawa Timur berkenaan dengan tidak adanya wakil dari Muhammadiyah dalam politik kekuasaan. Ia pun berjihad secara politik mewakili dapil Gresik dan Lamongan di Senayan untuk menyuarakan aspirasi warga Muhammadiyah.
Zainuddin Maliki menjelaskan bahwa ia menjadi anggota DPRRI berkat dari bersyarikat bukan berkerumun. Ia mendatangi basis-basis Muhammadiyah di Gresik dan Lamongan dengan berceramah dan memberikan tausyiah demi mencari dukungan.
“Modal sosial melalui jaringan persyarikatan Muhammadiyah. Modal instruksi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur,” ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
“Warga membantu dengan memberikan amplop tiap tatap muka, bukan saya yang kasih uang, saya tidak keluar uang dalam politik transaksional di negara ini,” jelas Zainuddin Maliki.
Lebih lanjut Zainuddin Maliki menegaskan bahwa terjun politik itu menunjukkan Muhammadiyah harus berjihad dalam politik kekuasaan.
“Berusahalah menggalang suara dari warga Muhammadiyah biar solid. Siapkan dari sekarang dan pilih satu kader potensial untuk didukung biar tidak terpecah dan tersebar ke mana-mana,” ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
“Muhammadiyah harus punya amal usaha bidang politik,” tegas anggota Komisi X DPRRI ini.